Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).
Pendahuluan
Secara alami bahan-bahan organik
akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah
lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama
dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan
teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana,
sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi
pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara
alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan
dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini
menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah
organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah
organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat
beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator
pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI
(Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko
Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan
cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki
keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling
banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak
membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh
mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan
bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan
mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini
merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian
di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia,
fisika dan biologi tanah,
sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari
pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis,
menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan,
sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan
sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk
kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua
material orgaengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah
hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang
umum dijadikan bahan baku pengomposan.
Asal
|
Bahan
|
||||
1. Pertanian
|
|||||
Limbah
dan residu tanaman
|
Jerami
dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif
tanaman, batang pisang dan sabut kelapa
|
||||
Limbah
& residu ternak
|
Kotoran
padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas
|
||||
Tanaman
air
|
Azola,
ganggang biru, enceng gondok, gulma air
|
||||
2. Industri
|
|||||
Limbah
padat
|
Serbuk
gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah
pengalengan makanan dan pemotongan hewan
|
||||
Limbah
cair
|
Alkohol,
limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah pengolahan minyak kelapa sawit
|
||||
3. Limbah rumah tangga
|
|||||
Sampah
|
Tinja,
urin, sampah rumah tangga dan sampah kota
|
Jenis-jenis kompos
- Kompos cacing (vermicompost), yaitu
kompos yang terbuat dari bahan organik yang dicerna oleh cacing. Yang
menjadi pupuk adalah kotoran cacing tersebut.
- Kompos bagase, yaitu pupuk yang terbuat dari
ampas tebu sisa penggilingan tebu di pabrik gula.
- Kompos bokashi.
manfaat
Kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah
dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan
kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba
tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas
mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas
mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan
penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos
juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan
pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar,
dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang
ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
- Menghemat biaya untuk
transportasi dan penimbunan limbah
- Mengurangi volume/ukuran limbah
- Memiliki nilai jual yang lebih
tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
- Mengurangi polusi udara karena
pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang
membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
- Mengurangi kebutuhan lahan
untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
- Meningkatkan kesuburan tanah
- Memperbaiki struktur dan
karakteristik tanah
- Meningkatkan kapasitas
penyerapan air oleh tanah
- Meningkatkan aktivitas mikroba
tanah
- Meningkatkan kualitas hasil
panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
- Menyediakan hormon dan vitamin
bagi tanaman
- Menekan pertumbuhan/serangan
penyakit tanaman
- Meningkatkan
retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat
fisik tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan
meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis
tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi
nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik
terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga
memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan
terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian
Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kalium
pada tanah lebih tinggi dari pada kalium
yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan
tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan
dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009,
berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing (vermicompost) memberikan
hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya
terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam
dengan pH yang rendah sehingga penyerapan
hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga
meningkatkan kapasitas tukar kation
tanah dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Dalam sebuah artikel yang
diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut
Pertanian Bogor
menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum
officinarum
L) meningkatkan penyerapan nitrogen
secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang
tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium,
dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan
pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi,
dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam
tebu.
Dasar-dasar Pengomposan
Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan
Pada dasarnya semua bahan-bahan
organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga,
sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah
pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik
gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk
dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut.
Proses
Pengomposan
Proses pengomposan akan segera berlansung
setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat
dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama
tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi
akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan
meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH
kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C.
Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi
ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada
saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif.
Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan
bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar
bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada
saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek
liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun
biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal
bahan.
Skema Proses Pengomposan Aerobik
Proses pengomposan dapat terjadi
secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses
yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan
oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga
terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses
ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang
tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau
tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam
valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Tabel organisme yang terlibat dalam
proses pengomposan
Kelompok
Organisme
|
Organisme
|
Jumlah/gr
kompos
|
Mikroflora
|
Bakteri; Aktinomicetes; Kapang
|
109 - 109;
105 108; 104 - 106
|
Mikrofanuna
|
Protozoa
|
104 - 105
|
Makroflora
|
Jamur tingkat tinggi
|
|
Makrofauna
|
Cacing tanah, rayap, semut, kutu,
dll
|
Proses pengomposan tergantung pada :
- Karakteristik bahan yang
dikomposkan
- Aktivator pengomposan yang
dipergunakan
- Metode pengomposan yang
dilakukan
Faktor
yang memengaruhi proses Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan
organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila
kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk
mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau
tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau
bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat
menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi
proses pengomposan antara lain:
Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses
pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C
sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N
di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk
sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N
untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan
adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan
yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu,
dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya
menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan
kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.
Ukuran
Partikel Aktivitas mikroba berada di antara
permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan
kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih
cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas).
Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran
partikel bahan tersebut.
Aerasi Pengomposan yang cepat dapat
terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan
terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar
dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan
oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembapan). Apabila aerasi terhambat,
maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap.
Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di
dalam tumpukan kompos.
Porositas Porositas adalah ruang di antara
partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume
rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan
udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga
dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan
juga akan terganggu.
Kelembapan
(Moisture content)
Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme
mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen.
Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut
larut di dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk
metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami
penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila kelembapan
lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya
aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang
menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur/suhu Panas dihasilkan dari aktivitas
mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen.
Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin
cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada
tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan
aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan
membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan
hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan
benih-benih gulma.
pH Proses pengomposan dapat terjadi
pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar
antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga
7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik
dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara
temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan
produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan
pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya
mendekati netral.
Kandungan
Hara Kandungan P dan K juga penting
dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari
peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan
Bahan Berbahaya Beberapa
bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan
mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan
yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama
proses pengomposan.
Lama
pengomposan Lama
waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode
pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator
pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa
minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
Tabel Kondisi yang optimal untuk
mempercepat proses pengomposan (Ryak, 1992)
Kondisi
|
Konsisi
yang bisa diterima
|
Ideal
|
Rasio C/N
|
20:1 s/d 40:1
|
25-35:1
|
Kelembapan
|
40 – 65 %
|
45 – 62 % berat
|
Konsentrasi oksigen tersedia
|
> 5%
|
> 10%
|
Ukuran partikel
|
1 inchi
|
bervariasi
|
Bulk Density
|
1000 lbs/cu yd
|
1000 lbs/cu yd
|
pH
|
5.5 – 9.0
|
6.5 – 8.0
|
Suhu
|
43 – 66oC
|
54 -60oC
|
Strategi
Mempercepat Proses Pengomposan
Pengomposan dapat dipercepat dengan
beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan
dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
- Menanipulasi
kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan.
- Menambahkan Organisme yang
dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik
dan vermikompos (cacing).
- Menggabungkan strategi pertama
dan kedua.
Memanipulasi
Kondisi Pengomposan
Strtegi ini banyak dilakukan di
awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor
pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum
adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N
tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran
ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil
dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan
air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses
pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.
Menggunakan
Aktivator Pengomposan
Strategi yang lebih maju adalah
dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan.
Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses
pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan
sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba, baik
bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak
sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya :MARROS Bio-Activa,Green Phoskko(GP-1), Promi,
OrgaDec,
SuperDec,
ActiComp,
EM4, Stardec,
Starbio,
BioPos,
dan lain-lain.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan
ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI)
dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Sementara MARROS
Bio-Activa dikembangkan oleh para peneliti mikroba tanah yang tergabung dalam
sebuah perusahaan swasta. Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba
terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat
organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif
pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan
tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos
perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembapan agar proses
pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2
minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk
bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.
Memanipulasi
Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan
Strategi proses pengomposan yang
saat ini banyak dikembangkan adalah mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan
dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.
Pertimbangan
untuk menentukan strategi pengomposan
Seringkali tidak dapat menerapkan
seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa
pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:
- Karakteristik bahan yang akan
dikomposkan.
- Waktu yang tersedia untuk
pembuatan kompos.
- Biaya yang diperlukan dan hasil
yang dapat dicapai.
- Tingkat kesulitan pembuatan
kompos
Pengomposan
secara aerobik
Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan dalam
pengomposan secara aerobik terdiri dari peralatan untuk penanganan bahan dan
peralatan perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Berikut
disajikan peralatan yang digunakan.
- Terowongan udara (Saluran
Udara)
- Digunakan sebagai dasar
tumpukan dan saluran udara
- Terbuat dari bambu dan rangka
penguat dari kayu
- Dimensi : panjang 2m,
lebar ¼ - ½ m, tinggi ½ m
- Sudut : 45o
- Dapat dipakai menahan bahan 2
– 3 ton
- Sekop
- Alat bantu dalam pengayakan
dan tugas-tugas lainnya
- Garpu/cangkrang
- Digunakan untuk membantu
proses pembalikan tumpukan bahan dan pemilahan sampah
- Saringan/ayakan
- Digunakan untuk mengayak
kompos yang sudah matang agar diperoleh ukuran yang sesuai
- Ukuran lubang saringan disesuaikan
dengan ukuran kompos yang diinginkan
- Saringan bisa berbentuk papan
saring yang dimiringkan atau saringan putar
- Termometer
- Digunakan untuk mengukur suhu
tumpukan
- Pada bagian ujungnya dipasang
tali untuk mengulur termometer ke bagian dalam tumpukan dan menariknya
kembali dengan cepat
- Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air raksa) agar tidak
mencemari kompos jika termometer pecah
- Timbangan
- Digunakan untuk mengukur
kompos yang akan dikemas sesuai berat yang diinginkan
- Jenis timbangan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan penimbangan dan pengemasan
- Sepatu boot
- Digunakan oleh pekerja untuk
melindungi kaki selama bekerja agar terhindar dari bahan-bahan berbahaya
- Sarung tangan
- Digunakan oleh pekerja untuk
melindungi tangan selama melakukan pemilahan bahan dan untuk kegiatan
lain yang memerlukan perlindungan tangan
- Masker
- Digunakan oleh pekerja untuk
melindungi pernapasan dari debu dan gas bahan terbang lainnya
Kompos Bahan Organik dan Kotoran
Hewan
Pengomposan dapat juga menggunakan
alat mesin yang lebih maju dan modern. Komposter type Rotary Kiln, misalnya,
berfungsi dalam memberi asupan oksigen ( intensitas aerasi), menjaga
kelembapan, suhu serta membalik bahan secara praktis. Komposter type Rotary
Klin di pasaran terdapat dengan kapasitas 1 ton setara 3 m3 hingga 2 ton atau
setara 6 m3 bahan sampah, menggunakan proses pembalikan bahan dan mengontrol
aerasi dengan cara mengayuh pedal serta memutar aerator ( exhaust fan).
Penggunaan komposter Biophoskko disertai aktivator kompos Green Phoskko (GP-1)
telah mampu meningkatkan kerja penguraian bahan organik(dekomposisi) oleh jasad
renik menjadi 5 sampai 7 hari saja.
Tahapan
pengomposan
- Pemilahan Sampah
- Pada tahap ini dilakukan
pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang
berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan
menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
- Pengecil Ukuran
- Pengecil ukuran dilakukan
untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan
cepat didekomposisi menjadi kompos
- Penyusunan Tumpukan
- Bahan organik yang telah
melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi
tumpukan.
- Desain penumpukan yang biasa
digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi
= 2m x 12m x 1,75m.
- Pada tiap tumpukan dapat
diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
- Pembalikan
- Pembalikan dilakuan untuk
membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan
bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian
air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
- Penyiraman
- Pembalikan dilakukan terhadap
bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembapan kurang dari 50%).
- Secara manual perlu tidaknya
penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian
dalam tumpukan.
- Apabila pada saat digenggam
kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan
air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan
terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
- Pematangan
- Setelah pengomposan berjalan
30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu
ruangan.
- Pada saat itu tumpukan telah
lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap
pematangan selama 14 hari.
- Penyaringan
- Penyaringan dilakukan untuk
memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk
memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari
proses pemilahan di awal proses.
- Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan
ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan
dibuang sebagai residu.
- Pengemasan dan Penyimpanan
- Kompos yang telah disaring
dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
- Kompos yang telah dikemas
disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya
jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak
diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.
Kontrol
proses produksi kompos
- Proses pengomposan membutuhkan
pengendalian agar memperoleh hasil yang baik.
- Kondisi ideal bagi proses
pengomposan berupa keadaan lingkungan atau habitat dimana jasad renik
(mikroorganisme) dapat hidup dan berkembang biak dengan optimal.
- Jasad renik membutuhkan air,
udara (O2), dan makanan berupa bahan organik dari sampah untuk
menghasilkan energi dan tumbuh.
Proses
pengontrolan
Proses pengontrolan yang harus
dilakukan terhadap tumpukan sampah adalah:
- Monitoring Temperatur Tumpukan
- Monitoring Kelembapan
- Monitoring Oksigen
- Monitoring Kecukupan C/N Ratio
- Monitoring Volume
Mutu
kompos
- Kompos yang bermutu adalah
kompos yang telah terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan
efek-efek merugikan bagi pertumbuhan tanaman.
- Penggunaan kompos yang belum
matang akan menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrien antara tanaman
dengan mikroorganisme tanah yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan
tanaman
- Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
- Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
- Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk
suspensi,
- Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan
derajat humifikasinya,
- Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
- Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
- Tidak berbau.
Kotoran sapi dapat
dibuat menjadi beberapa jenis kompos
yaitu curah, blok,
granula dan bokhasi. Kompos sebagai pupuk
organik yang berbahan
kotoran sapi mempunyai beberapa
kelebihan
dibandingkan pupuk anorganik. Selain itu, kompos juga
mempunyai prospek dan
peluang yang besar untuk dipasarkan
secara lebih meluas
untuk mengurangi ketergantungan petani
terhadap pupuk kimia.
Penyediaan kompos organik yang
berkelanjutan dan
praktis dapat mempermudah petani untuk
memanfaatkannya
sebagai penyubur tanah dan tanaman
pertaniannya.
1.
Dilakukan penelitian mengenai kandungan hormon, vitamin, asam humat,
asam
fulfat pada kompos, sehingga jelas faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan
dan perkembangan tanaman.
2.
Aplikasi sangat kompos disarankan untuk digunakan karena jelas
memperbaiki
sifat tanah.
3.
Penggunaan alat pencacah sangat diperlukan untuk mengurangi biaya
persiapan bahan
pembuat kompos.
No comments:
Post a Comment